SURAU: Educational Engineering

Manapak Jajak, Menemukan Potensi Diri Sedini Mungkin

  • Artikel Utama

  • Monolog

    Setiap manusia terlahir sebagai ahli di bidangnya masing-masing. Agama menegaskan kepada kita bahwa Tuhan tidak akan memberikan beban melebihi batas kemampuan kita. Artinya, sebelum "beban" diberikan, manusia dibekali kemampuan terlebih dahulu. Untuk itu, jika kita dihadapkan pada suatu persoalan, seberat apapun, sesungguhnya kita "mampu" mengatasinya asal kita menyadari bahwa jawaban dari semua persoalan tersebut ada dalam diri kita. Peran orang lain hanya "membantu" untuk membuka jalan, sementara yang menggerakkan langkah di atas jalan itu adalah kita sendiri.

  • Kebanyakan anak-anak memiliki kreatifitas tinggi (yang diatur oleh otak kanan) sebelum mereka masuk sekolah. Hanya 10% dari anak-anak ini yang tingkat kreatifitasnya sama pada usia 7 tahun, dan ketika telah dewasa hanya 2% yang tetap memiliki kreatifitas. Ini salah satu akibat dari proses pembelajaran yang mengutamakan otak kiri saja (Guinever Eden). Sumber: Veronica Sri Utami, Majalah Nirmala, Okt 2008

    1
  • “Tidak hanya kehilangan kreatifitas, meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh anak sebagai salah satu akibat metode pembelajaran yang mengutamakan otak kiri (Sidiarto), disamping itu pembelajaran yang demikian juga bisa membuat orang menjadi stress, bahkan musikpun tidak sempat lagi mereka nikmati karena sibuk menganalisis, serta akan menciptakan orang-orang yang :selalu berkompetisi dan selalu memandang sesuatu dari sisi menang-kalah” (Dr. Paul E. Dennison (Pencipta Brain Gym).

  • “Jangan pernah meragukan bahwa sekelompok kecil warga negara yang punya kepedulian besar dapat mengubah dunia. Justeru sebetulnya, inilah satu-satunya hal yang telah mengubah dunia ” (Margaret Mead)

    Zulfikri Anas on Sebuah Impian (6) : “Kisah Dua…
    Zulfikri Anas on Sebuah Impian (19) : Curhat An…
    wiena on Sebuah Impian (6) : “Kisah Dua…
    wiena on Sebuah Impian (19) : Curhat An…
    Zulfikri Anas on Sebuah Impian (23) : Sekolah y…
  • .Satu-satunya sistem disiplin yang terbaik adalah melalui pembelajaran yang melibatkan. Ketika anak-anak dilibatkan, kenakalannya akan berkurang. Semakin siswa tidak mengetahui kalau mereka sedang didisiplinkan, akan semakin baik. Fungsi otak yang mempengaruhi perilaku dan disiplin meliputi area otak tengah, khususnya amigdala (area yang berhubungan dengan emosi yang intens) (Eric Jensen)

Sebuah Impian (23) : Sekolah yang Menyenangkan

Posted by Zulfikri Anas on April 14, 2013

Sekolah yang MenyenangkanDi akhir sebuah seminar dengan Topik “Belajar untuk Ilmu, Ilmu untuk Cinta, Cinta untuk Kehidupan” yang diselenggarakan oleh sekolah “Semesta Hati : Sekolah untuk Kehidupan”, Cimahi, Bandung. Saya didatangi oleh seorang sahabat yang sudah lama tidak bertemu, Beliau menyapa saya, “masih ingat waktu kita sering diskusi tentang pendidikan di tahun 2003?, “masih doong”, jawab saya. “Kami terinspirasi oleh diskusi-diskusi itu, dan ingin mewujudkan inspirasi itu melalui sekolah kami, pengalaman merealisasikan ide-ide itu kami bukukan, ini bukunya”, kata sahabat lama saya itu sambil menyodorkan sebuah buku ke saya.

Adalah Ir. EdiSudrajat Ahmad kelahiran Cimahi 29 Maret 1963, setelah purna tugas dari SD Islam Asih Putra Cimahi, yang kemudian dikenal dengan nama SD Hikmah Teladan,lalu merintis SD Interaktif Gemilang Mutafannin, yang dikenal dengan nama SD Gemilang (SIGM), Bandung sampai sekarang. Mereka bertiiga, yaitu Anna Farida, Suhud Rois, dan Edi S Ahmad, menuliskan pengalaman nyata itu menjadi sebuah buku yang pantas dibaca oleh semua kita,orang tua, guru, pejabat, pembina guru, akademisi, pengawas dan sebagainya.

Singkat cerita, di tahun 2003, saya sering ngumpul denganteman-teman di SD Hikmah Teladan, Cimindi, Cimahi Bandung. Saya diajak oleh sohib saya, Pak M.Aripin Ali, dan tema- teman saya yang tergabung di Keluarga Peduli Pendidikan (KerLIP) yang dimotori oleh Bu Yanti dkk. Interaksi itu semakin luas, lalu saya berkenalan juga dengan kelompok Simpul Pendidikan, yaitu forum silaturahmi Manajer Pendidik untuk Lembaga Pendidikan (waktu itu dipimpi oleh Pak Edi S Ahmad. Waktu itu, kita berbicara sesuatu yang bertolak belakang dengan paradigma yang selama ini berlaku di dunia pendidikan. Bertepatan dengan rencana pemerintah untuk mengubah paradigma semua penyelenggara pendidikan melalui paradigma Kurikulum Berbasis Kompetensi. Pertemuan itu adalah pertemuan kami yang untuk kesekian kalinya sejak awal bertemu sebelum tahun 2000.

Oleh karena setiap aspek yang kita diskusikan selalu berkebalikan dengan kenyataan yang pada umumnya berlaku, mulai dari konsep pembelajaran, penilaian, sumber belajar,sampai pada pengelolaan sekolah. Waktu itu, sekolah yang kita cita-citakan atau sekolah yang kita anggap betul-betul sekolah sepertinya hanya mimpi di siang hari. Akan sulit diwujudkan, kita akan berhadapan dengan birokrasi di Dinas Pendidikan, dengan pengawas, dan dengan guru. Nah, ini dia, ketika kita diskusi dengan guru-guru, persoalan makin melebar karena sebagian besar dari mereka adalah anak-anak muda yang terjun ke dunia pendidikan karena “kecewa” dengan dunia pendidikan dan sebagian besar juga alumni perguruan tinggi non kependidikan yang telah melang-lang buana, lalu akhirnya mereka membentuk wadah, ingin menjadikan pendidikan sebagai sebuah dunia yang menyenangkan bagi peserta didik, sekolah yang nyaman, bebas dari paksaan dalam segala bentuk, bebas dari kata-kata kasar, bebas dari aturan yang“mengekang” kreatifitas anak, bebas dari tuntutan nilai sempurna, bebas ancaman dari guru, bebas dari ancaman orang tua bebas dari tekanan siapapun!

Kita ingin anak berkembang sebagaimana mestinya anak-anak berkembang, mereka manusia-manusia kreatif, mereka ciptaan Illahi, dan ciptaanIllahi tidak ada yang gagal, karena Allah tidak mengenal produk gagal dalam menciptakan mkhluknya. Artinya, dari segi kurikulum, sekolah ini harus memodifikasi sedemikian rupa sehingga kurikulumnya betul-betul bersahabat dengan anak, humanis, dan agamis. Pendekatan agama menjadi dasar untuk pengembangan semua kemampuan sehingga agama tidak diperlakukan secara verbal, tetapi menjadi “ruh” dari semua proses yang terjadi, dan sekali lagi, prosesyang kita impikan adalah proses yang betul-betul alamiah.

Wow…. apa mungkin?, begitu banyak yang optimis, namun ada beberapa yang pesimis. Tapi rupanya betul-betul seleksi alam, yang optimis memiliki kekuatan untuk bertahan dari semua tekanan dan godaan sehingga terus berjalan, dan yang pesimis akhirya beguguran satu-persatu.

Nah, perjalanan mereka selama sepuluh tahun itu, telah menjadi buku luar biasa. Di dalam buku ini dituangkan segala peristiwa yang dialami, diperkuat dengan dalil-dalil ilmu dan agama, serta aktifitas orang tua, siswa, guru dan juga berbagai testimoni siswa. Antara sekolah, rumah, kepala sekolah, guru, siswa menjadi sebuah keluarga besar, happy family. Orang tua ikut terlibat di semua kegiatan sekolah….

Di sekolah ini, seragam sekolah tidak diurus oleh sekolah, tapi oleh orang tua, mereka yang menetapkan seragamnya seperti apa, kapan dipakai, dan dalam rangka apa kita pakai seragam. Namun, semua itu sangat ditentukan oleh kenyamanan anak, jika anak nyaman pakai seragam, kita akan pakai, jika mereka merasa tidak nyaman, ya mereka menggunakan pakaian yang mereka senangi, tentunya dalam batas-batas kesopanan. Initinya, bagaimana anak percaya diri dengan keberagaman, termasuk keberagaman harga pakaian. Di sini, siswa yang masuk juga tidak diseleksi, siapapun bisa masuk. Dan banyak hal lain yang bisa kita pelajari dari pengalaman teman-teman ini. Inilah sekolah inklusif!

Berikt cuplikan testimoni salah seorang alumni SIGM:

SEKOLAH BETULAN
……”Gemilang itu sekolah ajaib . Wow, jujur saja, selama 15 tahun saya hidup, saya merasa “sekolah”yang sebetulnya itu waktu SD, dan di Gemilang. Saya paling bete kalau sudah libur, karena bagi saya, sekolah itu justru “liburan” yang sebenarnya. Pelajaran yang saya dapatkan adalah hasil dari petualangan saya sendiri. Kecitaan terhadap akfitas belajar bukan karena disengaja atau bahkan dipaksakan, tetapi hadir sendiri dalam diri saya saat itu. Bagi saya, SIGM itu ladang mimpi. Saya bebas berangan-angan akan jadi apa, mau bagaimana. Dulu saya sempat pengin ikut perang di Arab dan punya restoran bentuk aquarium. Haha ngga penting.

Saya merasa sangat bersyukur dan beruntung mendapatkan pendidikan dasar di Gemilang. Pelajaran agama yang saya dapatkan bukan hanya sekedar dalil-dalil Al-Quran atau hafalan. Banyak sekali pengamalan agama yang saya pahami dibandingkan teori “ (hal 40-41)………(Dinda Imani, angkatan pertama SIGM)

Berikut cuplikan hasil jajak pendapat siswa:

• Senang, soalnya banyak teman, rame, asyik, banyak kegiatan, dan gaul
• Gurunya baik dan ramah, jadi aku ngga grogi
• Ibuku sering ngobrol sama guru………..(hal 30)

Buku ini menceritakan semua proses yang terjadi, bagaimana guru mempersiapkan diri, menggunakan metode yang mearik, penilaian, dan bagaimana anak merasa nyaman dengan guru. Inilah sebuah “SEKOLAH UNGGUL” yang bertolak belakang dengan SEKOLAH UNGGUL yang umumnya ada pada saat ini.

Ternyata mengkritik apalagi menyalahkan kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan bukan langkah yang tepat, langkah tepatnya adalah berbuat sesuatu setulusnya demi anak-anak, dan teman-teman ini telah membuktikannya, bahwa sebuah tekad,sebuah kedewasaan berpikir, sebuah pemikiran yang jernih mampu menjadi kekuatan, dan dalam posisi terjepit sekalipun kita mampu berbuat sesuatu yang berbeda dari yang ada, tanpa harus menunggu pemerintah yang memulainya.

Kalau sekolah, pengelola, kepala sekolah, guru dan orang tua sudah sampai pada tahap ini, perubahan kebijakan pemerintah tentang kurikulum dan penyelenggaraan pendidikan tidak akan bepengaruh terhadap kinerja sekolah, jangankan sepuluh tahun sekali, sekalipun perubahan itu dilakukan “seminggu sekali”! sekolah seperti ini akan tetap mampu berjalan dengan baik tanpa terganggu oleh gonjang-ganjing iklim birokrasi dan politik pendidikan.

“Jika kita percaya bahwa setiap anak mempunyai potensi kecerdasan dan berkembang dengan caranya sendiri; ibarat api unggun, maka buku ini adalah pemantiknya” (Munif Chatib, penulis buku best seller, sekolahnya manusia).

Terus maju sahabat, dan sukses selalu. Amin

Wassalam,
Zulfikri Anas.

2 Responses to “Sebuah Impian (23) : Sekolah yang Menyenangkan”

  1. Ya. Sangat baguis untuk dibaca

Leave a comment